Berdoa (ilustrasi)
Pada zaman dahulu sebelum era keislaman, hidup seorang pemuda dari kalangan Bani Israil yang memiliki pribadi luhur.
Ia sangat jujur dan tak pernah ingkar janji. Suatu hari, si pemuda sangat membutuhkan uang untuk keperluannya. Ia pun meminjam sejumlah uang kepada seseorang yang ia kenal. Namun saat itu tak ada saksi dalam interaksi utang piutang tersebut.
"Datangkan kemari para saksi yang akan mempersaksikan," ujar si peminjam uang.
"Cukuplah Allah sebagai saksi," kata si pemuda.
"Kalau begitu, datangkan kepadaku seorang penjamin," pinta si peminjam lagi.
Namun si pemuda tak memiliki seseorang untuk menjadi saksi apalagi penjamin. Ia hanya bisa berucap, "Cukuplah Allah sebagai penjamin," kata si pemuda.
Namun baginya, menyebut asma Allah dalam ikatan perjanjian maka menjadikannya sangat kuat. Jika dilanggar, ia amat takut Allah murka. Tekad si pemuda pun dipercaya si peminjam.
"Kau benar" katanya. Ia pun kemudian memberi pinjaman seribu dinar kepada sang pemuda. Keduanya pun menyepakati masa jatuh tempo pengembalian uang tersebut.
Pergilah si pemuda mengarungi samudera, memenuhi kebutuhannya dengan uang pinjaman tersebut. Saat jatuh masa tempo pengembalian, ia pun bermaksud kembali ke pulau dimana si peminjam tinggal. Namun apa daya, tak ada layanan perahu menuju tempat si peminjam.
Padahal di hari biasa perahu selalu tersedia, namun entah mengapa hari itu si pemuda tak mendapati satu pun perahu meski telah mencarinya dengan keras. Cemaslah hati pemuda, ia tak mau melanggar kesepakatan dan janji utangnya.