Alhamdulillah, buku tersebut sudah saya lahap setengah tahun lalu. Penulisnya, Djuyoto Suntani, Presiden The World Peace Committee (WPC) yang memiliki akses internasional dan dekat dengan sejumlah pemimpin dunia. Bahkan surat dari tokoh Zionis-Israel Shimon Peres dan Sekjen PBB (waktu itu) Kofi Annan kepadanya pun ada di belakang buku tersebut.</p> <p>Buku tersebut secara lugas memang meramalkan jika pada tahun 2015 Indonesia akan hancur berkeping-keping menjadi 17 negara bagian. Siapa dalangnya? Menurut Suntani, adalah mereka, segelintir tokoh dunia yang paling berpengaruh yang bermain di belakang layar yang tergabung dalam kelompok ‘Konspirasi Jaringan Global’ atau menurut istilah penulis “The Luciferians Conspiration’. Mereka ini telah memperkenalkan diri kepada dunia lewat simbol piramida iluminati yang tertera di lambang negara AS dan juga lembaran satu Dollar AS.</p> <p>Penyebab dari hal itu sangat banyak dan keseluruhannya menyebabkan hancurnya NKRI. Salah satunya adalah Pemilu dan Pilkada. Indonesia sekarang ini berada dalam zaman kacau-balau. Para pejabat negaranya sibuk memperkaya diri dan mementingkan kelompoknya. Para tokoh agama banyak yang ingin menjadi artis. Sedang yang artis beramai-ramai mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Dan yang menjadi wakil rakyat beramai-ramai KKN, rebutan proyek, main perempuan, dan sebagainya. Partai politik didirikan bukan lagi untuk menyambung lidah rakyat, namun sudah menjadi barang dagangan. Perolehan suara dalam pemilu dijadikan bargaining power dalam rebutan proyek-proyek pemerintah. Sebab itu, partai politik sekarang ini berusaha untuk memperoleh sebanyak-banyaknya suara dari rakyat dengan aneka janji manis. Dan saya haqqul yaqin, setelah mereka duduk di parlemen, maka mereka akan kembali (lagi-lagi, ini sudah berlangsung 40 tahun, 30 tahun masa Suharto dan 10 tahun masa reformasi) mengkhianati janjinya tersebut. Yang saya heran, kok ya masih saja banyak orang yang percaya dengan mereka.</p> <p>Sejak reformasi, bangsa ini disibukkan dengan aneka pilkada dan pemilu. Bahkan di desa-desa untuk memilih Ketua Kampung saja sudah diadakan kampanye mirip pilkada, lengkap dengan penempelan foto diri dan debat kandidat. Saya yakin, rakyat sudah bosan dengan itu semua. Ujungnya adalah apatisme politik akan melanda negeri ini. Rakyat sudah tidak mau lagi perduli dengan politik, dan parahnya, para politikus juga banyak yang mengalami sindrom autis terhadap kondisi sekelilingnya. Sang pejabat asyik dengan dunianya dan rakyat banyak sibuk dengan usaha hariannya untuk mencari nafkah.</p> <p>Djuyoto Suntani, sang penulis, merinci satu demi satu penyebab hancurnya NKRI. Salah satu langkah unggulannya untuk menolong bangsa ini adalah dengan menyebarkan Gong Perdamaian ke berbagai penjuru dunia. Inilah yang membuat saya sampai detik ini masih kebingungan. Jujur, saya ragu kondisi bangsa dan negeri ini yang begitu parah akan bisa diselamatkan oleh penyebaran Gong Perdamaian. Kalau hanya sebagai simbol, bolehlah. Namun itu harus diikuti dengan tindakan kongkrit. Apa tindakan kongkritnya? Saya juga masih menduga-duga. Bahkan banyak teman-teman saya yang menyatakan jika hanya dengan jalan peperanganlah Indonesia bisa selamat. Dengan perang, yang menghabisi generasi korup dan membabat orang-orang yang mengkhianati amanah umat, negeri ini akan menyisakan satu generasi yang masih bersih. Ini jika kebenaran yang menang.</p> <p>Saya yakin, “Dalam zaman serba kacau, moral ambruk ke tingkat terendah, inilah saatnya tampil ke tengah-tengah umat seorang kharismatik yang berjiwa ikhlas, hidup bersih, sederhana, namun berani mengatakan kebenaran walau nyawa menjadi taruhannya. Jika orang seperti ini muncul sekarang, maka ia akan disambut gegap-gempita dan diikuti oleh puluhan juta rakyat Indonesia yang mendambakan keadilan dan kesejahteraan. Dia akan memimpin gerakan massa untuk menggulung para koruptor, para pengkhianat amanah, para komprador asing, dan sekutu-sekutunya. Jika aksi massa sudah ratusan ribu, maka tentara lazimnya di mana pun di dunia ini akan berada di belakangnya.” Hanya saja, sekarang belum muncul orang bersih dan ikhlas seperti itu. Wallahu’alam bishawab.” src=”<a href=" class="alignleft" hphotos-ak-ash3="" http:="" n.jpg="" rel="nofollow" s480x480="" sphotos-b.ak.fbcdn.net="" />http://sphotos-b.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/s480x480/557913_4361172035419_580757555_n.jpg” ; />, buku tersebut sudah saya lahap setengah tahun lalu. Penulisnya, Djuyoto Suntani, Presiden The World Peace Committee (WPC) yang memiliki akses internasional dan dekat dengan sejumlah pemimpin dunia. Bahkan surat dari tokoh Zionis-Israel Shimon Peres dan Sekjen PBB (waktu itu) Kofi Annan kepadanya pun ada di belakang buku tersebut.
Buku tersebut secara lugas memang meramalkan jika pada tahun 2015 Indonesia akan hancur berkeping-keping menjadi 17 negara bagian. Siapa dalangnya? Menurut Suntani, adalah mereka, segelintir tokoh dunia yang paling berpengaruh yang bermain di belakang layar yang tergabung dalam kelompok ‘Konspirasi Jaringan Global’ atau menurut istilah penulis “The Luciferians Conspiration’. Mereka ini telah memperkenalkan diri kepada dunia lewat simbol piramida iluminati yang tertera di lambang negara AS dan juga lembaran satu Dollar AS.
Penyebab dari hal itu sangat banyak dan keseluruhannya menyebabkan hancurnya NKRI. Salah satunya adalah Pemilu dan Pilkada. Indonesia sekarang ini berada dalam zaman kacau-balau. Para pejabat negaranya sibuk memperkaya diri dan mementingkan kelompoknya. Para tokoh agama banyak yang ingin menjadi artis. Sedang yang artis beramai-ramai mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Dan yang menjadi wakil rakyat beramai-ramai KKN, rebutan proyek, main perempuan, dan sebagainya. Partai politik didirikan bukan lagi untuk menyambung lidah rakyat, namun sudah menjadi barang dagangan. Perolehan suara dalam pemilu dijadikan bargaining power dalam rebutan proyek-proyek pemerintah. Sebab itu, partai politik sekarang ini berusaha untuk memperoleh sebanyak-banyaknya suara dari rakyat dengan aneka janji manis. Dan saya haqqul yaqin, setelah mereka duduk di parlemen, maka mereka akan kembali (lagi-lagi, ini sudah berlangsung 40 tahun, 30 tahun masa Suharto dan 10 tahun masa reformasi) mengkhianati janjinya tersebut. Yang saya heran, kok ya masih saja banyak orang yang percaya dengan mereka.
Sejak reformasi, bangsa ini disibukkan dengan aneka pilkada dan pemilu. Bahkan di desa-desa untuk memilih Ketua Kampung saja sudah diadakan kampanye mirip pilkada, lengkap dengan penempelan foto diri dan debat kandidat. Saya yakin, rakyat sudah bosan dengan itu semua. Ujungnya adalah apatisme politik akan melanda negeri ini. Rakyat sudah tidak mau lagi perduli dengan politik, dan parahnya, para politikus juga banyak yang mengalami sindrom autis terhadap kondisi sekelilingnya. Sang pejabat asyik dengan dunianya dan rakyat banyak sibuk dengan usaha hariannya untuk mencari nafkah.
Djuyoto Suntani, sang penulis, merinci satu demi satu penyebab hancurnya NKRI. Salah satu langkah unggulannya untuk menolong bangsa ini adalah dengan menyebarkan Gong Perdamaian ke berbagai penjuru dunia. Inilah yang membuat saya sampai detik ini masih kebingungan. Jujur, saya ragu kondisi bangsa dan negeri ini yang begitu parah akan bisa diselamatkan oleh penyebaran Gong Perdamaian. Kalau hanya sebagai simbol, bolehlah. Namun itu harus diikuti dengan tindakan kongkrit. Apa tindakan kongkritnya? Saya juga masih menduga-duga. Bahkan banyak teman-teman saya yang menyatakan jika hanya dengan jalan peperanganlah Indonesia bisa selamat. Dengan perang, yang menghabisi generasi korup dan membabat orang-orang yang mengkhianati amanah umat, negeri ini akan menyisakan satu generasi yang masih bersih. Ini jika kebenaran yang menang.
Saya yakin, “Dalam zaman serba kacau, moral ambruk ke tingkat terendah, inilah saatnya tampil ke tengah-tengah umat seorang kharismatik yang berjiwa ikhlas, hidup bersih, sederhana, namun berani mengatakan kebenaran walau nyawa menjadi taruhannya. Jika orang seperti ini muncul sekarang, maka ia akan disambut gegap-gempita dan diikuti oleh puluhan juta rakyat Indonesia yang mendambakan keadilan dan kesejahteraan. Dia akan memimpin gerakan massa untuk menggulung para koruptor, para pengkhianat amanah, para komprador asing, dan sekutu-sekutunya. Jika aksi massa sudah ratusan ribu, maka tentara lazimnya di mana pun di dunia ini akan berada di belakangnya.” Hanya saja, sekarang belum muncul orang bersih dan ikhlas seperti itu. Wallahu’alam bishawab.
Ucep Jamhari