Masjid di Burkina Faso Kepercayaan pemerintahan kolonial itu diwujudkan dengan diberikannya posisi penting bagi Muslim. Pemeluk agama Islam di Burkina Faso dijadikan kepala dan sekertaris daerah bagi wilayah yang dihuni oleh penduduk yang sebagian besar non-Muslim. Sehingga, angka pemeluk agama Islam di negara itu meningkat signifikan.
Pada akhir abad XIX, angka Muslim hanya sekitar 30 ribu jiwa saja. Pada 1959, karena pengaruh pemerintahan kolonial, jumlahnya menjadi 800 ribu jiwa. Itu artinya, pada masa itu, sekitar 20 persen penduduk Burkina Faso sudah memeluk Islam.
Hal lain yang mempengaruhi jumlah penduduk Muslim di Burkina Faso, menurut H Chmaza dari Universitas YARSI dalam tulisannya di Majalah Al-Hijrah, adalah adanya konflik horizontal di Pantai Gading pada 2002. Pihak oposisi dalam konflik tersebut, Allasane Dramane Ouattara, dianggap masih memiliki daerah Burkina Faso.
Sehingga para pengikutnya yang mayoritas Muslim mengungsi ke Burkina Faso dan menetap di negara itu. Menurut Chmaza, beberapa tokoh Muslim memiliki peran penting dalam perkembangan negara Burkina Faso. Seperti Menteri Luar Negeri, Yousouf Ouedraogo, Pengusaha terkenal EI-Hajj Oumarou Kanazae, Souleymane Kore, Mamadou Sawaidogu dan Al-Haji Sakande.
Meskipun saat ini Burkina Faso menjadi negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, konstitusinya masih memberikan kebebasan beragama bagi warga negaranya. Pemerintah sama sekali tidak mentoleransi kekerasan terhadap agama lain.
Burkina Faso juga tidak menjadi negara berdasarkan agama. Berdasarkan laporan pemerintah Amerika Serikat tahun 2005, baik Islam, Kristen ataupun agama tradisional di Burkina Faso bisa dengan bebas melakukan ibadah atau kegiatan keagamaan mereka yang lain tanpa ada campur tangan dari pemerintah.
Hukum negara itu juga memberikan kebebasan bagi setiap agama untuk mengekspresikan diri mereka. Berbagai macam publikasi, siaran radio atau televisi bernuansa agama diperbolehkan asal tidak menghina atau memicu konflik. (habis)