Lebih dari satu abad yang lalu, Maret 1912 M, Ki Hadjar Dewantara atau RM.Suwardi Suryaningrat meninggalkan Kadipaten Pakualaman menuju Bandung untuk meniti karir di bidang Jurnalistik. Padahal dua tahun sebelumnya, RM.Suwardi Suryaningrat sempat meniti karir sebagai ahli kimia di Pabrik Gula Kalibagor, kurang lebih 8 km ke arah utara Kota Banyumas. Sekalipun hanya satu tahun tinggal di situ, tetapi justru di sebuah desa yang saat itu masih sepi dan berada di Lembah Serayu yang subur itulah pelan-pelan gagasannya tentang nasionalisme patriotik dan pluralistik Suwardi mulai berkecambah dan tumbuh.
Keluarga Kadipaten Pakualaman memang rata-rata memiliki kedekatan dengan komunitas pebisnis Pabrik Gula. Kakak Suwardi, RM. Suryopranoto adalah alumnus Sekolah Pertanian Bogor dan pada saat itu bekerja sebagai pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Wonosobo. Kelak RM.Suryopranoto menjadi Ketua Umum PFB, yaitu Perserikatan Buruh Pabrik Gula, yang merupakan salah satu organisasi serikat buruh Pabrik Gula terbesar di Pulau Jawa.
Nampaknya Suwardi bisa masuk bekerja sebagai ahli kimia di Pabrik Gula Kalibagor lewat rekomendasi kakaknya yang memang memiliki jaringan relasi yang luas. Lagi pula bisnis para pangeran Kadipaten Pakualaman di daerah Adikara, sebagian besar memang berhubungan dengan Pabrik Gula.
Keturunan Para Kentot Pengging Dengan Wanita Pasundan.
Pada masa lalu daerah Banyumas merupakan wilayah kesayangan kerajaan Mataram, karena tanahnya subur. Bahkan sejak jaman Pajang sudah menjadi lumbung beras. Pada jaman Majapahit, daerah ini diperebutkan antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Galuh Sunda Kawali. Sebelum Perang Bubat (1357 M), Lembah Serayu termasuk ke dalam wilayah Kerajaan Galuh yang berpusat di Kawali, Ciamis. Bahkan wilayah Kerajaan Galuh Kawali ini sempat meluas sampai Sungai Bogowonto, di daerah Bagelen. Rupanya Sungai Bogowonto merupakan batas alamiah yang memisahkan wilayah Kerajaan Majapahit di sisi timur Sungai Bogowonto dan Kerajaan Galuh di sisi baratnya. Tetapi pasca Persitiwa Bubat yang menyebabkan tewasnya Raja Galuh Maharaja, daerah Lembah Serayu menjadi daerah tak bertuan. Saat itu Kerajaan Galuh, setelah ditinggal mangkat oleh rajanya di Bubat, mengalami masa surut sejenak, sampai akhirnya pusat Kerajaan Galuh Kawali itu di pindahkan ke Pakuan Bogor. Maka muncullah Kerajaan Galuh Pakuan yang lama kelamaan lebih dikenal sebagai Kerajaan Pajajaran saja, tanpa kata Galuh, yang berpusat di Pakuan.
Karena terjadi kekosongan pemerintahan di Lembah Serayu, terjadilah perpindahan secara besar-besaran para penduduk dari sisi timur Sungai Bogowonto yang dipimpin oleh para kentot dari daerah Pengging. Kentot adalah para ksatria yang dalam tradisi Eropa Barat abad pertengahan disebut knight, yaitu ksatria yang memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam olah kanuragan dan keprajuritan. Daerah Pengging yang merupakan wilayah Majapahit memang gudangnya para kentot. Mereka banyak yang menjadi komandan pasukan tempur Kerajaan Majapahit. Pada masa Kerajaan Demak, lebih-lebih pada jaman Sultan Trenggono komandan tentara elit Sultan Trenggono kebanyakan berasal dari daerah Pengging. Ki Ageng Sela, leluhur raja-raja Mataram adalah seorang kentot dari daerah Grobogan yang dulunya masuk wilayah Pengging. Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah Pengging berstatus Kadipaten. Salah seorang Adipatinya yang terkenal adalah Handayaningrat. Handayaningrat juga seorang kentot yang berjasa memadamkan pemberontakan di Bali pada masa Kerajaan Majapahit, sehingga Handayaningrat diambil jadi menantu Raja Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi, istri Handayaningrat adalah Putri Pembayun, putri Raja Brawijaya dengan Putri Campa.
Pada masa Sultan Pajang Hadiwijaya (1568 - 1583 M), naik tahta dia mengintegrasikan wilayah Lembah Serayu dan Bogowonto yang telah dikuasai para kentot Pengging dan keturunannya itu kedalam wilayah Kerajaan Pajang. Hadiwijaya praktis tak mengalami kesulitan saat mengintegrasikan wilayah itu, karena Hadiwijaya adalah cucu Adipati Pengging Handayaningrat. Lagi pula menantu Sultan Demak Trenggono. Sejak itu para kentot yang telah sukses mengambil alih kekuasaan atas Lembah Serayu dari para penguasa Kerajaan Galuh Kawali, memerintah daerah itu atas nama Sultan Pajang. Turunan para kentot Pengging yang menjadi penguasa Lembah Serayu dan Bogowonto antara lain Ki Ageng Wanasaba, Ki Ageng Toyareka, Ki Ageng Wirasaba dan Ki Ageng Toyajene. Para kentot itu banyak yang menikah dengan wanita Lembah Sungai Serayu yang pasa saat itu kebanyakan adalah etnis Sunda dari Kerajaan Galuh Kawali. Dari perkawinan itu, setelah berjalan dua generasi sejak Peristiwa Bubat 1357 M, lahirlah sub etnis Jawa-Sunda, yang kemudian dikenal sebagai sub etnis Banyumas.
Secara kultural dan budaya, subetnis Banyumas ini lebih dekat dengan budaya leluhur mereka dari pihak ibu, yang merupakan wanita Sunda. Tetapi secara politik, mereka patuh dan setia pada Kerajaan Pajang dan Mataram. Memang sejak petualangan para kentot dari daerah Pengging itulah, wilayah Lembah Serayu dan Bogowonto masuk orbit kerajaan-kerajaan Jawa yang ada di sisi timur Sungai Bogowonto.
Pasca Perang Diponegoro (1825-1830 M), daerah yang subur itu diambil alih Pemerintah Hindia Belanda dan dibentuklah Karesiden Banyumas dengan Ibu Kota Banyumas, sebuah kota yang terletak di sisi selatan Sungai Serayu. Sejak itu wilayah Lembah Serayu dikendalikan Pemerintah Belanda yang berpusat di Batavia. Para jendral Belanda, seperti Jendral van Heutz, Jendral Penakluk Perang Aceh (1879- 1905 M), sering menyebut daerah Lembah Serayu dan Bogowonto ini sebagai Prusia van Java, karena merupakan lumbung sorodadu keturunan para kentot yang punya bakat bertempur. Sedangkan Prusia adalah daerah di Jerman yang juga banyak menghasilkan jendral-jendral tempur pasukan Jerman yang hebat. Otto Van Bismarck, adalah Perdana Menteri Jerman yang berasal dari Prusia yang berhasil menaklukan Perancis pada tahun 1871 M.
Pasukan Belanda dalam Perang Aceh juga banyak dipasok para sorodadu dari daerah ini. Dan pada masa Revolusi,daerah Lembah Sungai Serayu dan Bogowonto juga banyak melahirkan jendral-jendral Angkatan Darat, mulai dari Jendral Sudirman, Gatot Subroto, Suprapto, Surono, Susilo Sudarman, Supardjo Rustam, Urip Sumoharjo, Ahmad Yani, Sarwo Edie dan lain-lainnya lagi.(To be continu to nex episode).
Taman Rafflesia C-12 Bandung,16-02-2013
Anwar H
Anwar H