Kilas Balik Sejarah dalam Buku “Under the Banner of Revolution”

Bookmark and Share


13370089122073591532

Buku



Secara tidak sengaja ketika sedang membuka lemari buku yang ada di kamar belajar , saya menemukan sebuah buku yang sangat tebal dan berwarna hijau. Buku ini kelihatan sangat menarik karena tebal dan juga dibungkus oleh cover yang juga berwarna hijau.


1337008966836657040


Saya perhatikan pengarang buku ini, ternyata tertulis nama Dr. Ir. Sukarno, sang proklamator dan juga presiden pertama republik yang kita cintai bersama ini. Judulnya pun menarik dalam bahasa Inggris yaitu “Under the Banner of Revolution”. Wah, ternyata ini adalah terjemahan bahasa Inggris dari buku “Di bawah Bendera Revolusi” yang terkenal dan penuh kontroversi itu. Saya perhatikan lagi judulnya, ternyata buku yang sangat tebal dan berat ini adalah jilid pertama saja. Sebuah angka tahun juga terdapat pada buku ini yaitu angka tahun 1966.


Buku ini sempat dilarang peredarannya “ kata ayah saya sambil bercerita bahwa buku ini dibeli di toko buku di Jakarta pada awal 1980 an. Pada waktu itu versi Bahasa Indonesia buku ini pun ayah beli namun sudah dihadiahkan kepada seorang temannya. Ternyata buku tersebut dilarang pada tahun 1970 dan baru dicabut larangannya sesuai dengan surat Kejagung pada 21 Maret 1980. Sejak itu ratusan buku yang sempat disimpan di dalam peti pun dikeluarkan lagi.


Yang menarik lagi,ayah juga bercerita bahawa buku “Dibawah Bendera Revolusi” ini sesungguhnya terdiri dari dua jilid. Namun buku jilid dua kemungkinan besar masih dilarang sehingga tidak pernah ada di toko ketika beliau membeli buku jilid satu pada tahun 1980-an.


Di bawah Bendera Revolusi jilid dua pernah saya lihat di perpustakaan masional, tetapi tidak boleh dipinjam ataupun dibaca.”, demikian lanjutan cerita ayah. Menurutnya, jilid kedua buku ini sebenarnya berisi pidato Bung Karno pada setiap 17 Agustus dari 1945 sampai dengan 1964. Kemungkinan isi jilid dua mengandung jalan fikiran atau ajaran Bung Karno yang masih dianggap berbahaya.


Karena tertarik, saya pun membuka lembar-demi lembar buku yang mulai menguning ini. Tulisan pertama mengenai “Nationalism, Religion and Communism”. Wah ini rupanya tulisan mengenai Nasakom yang pernah popular di jaman orde lama itu.



1337009001345702753

Bung Karno sewaktu di HBS



Saya terus membalik-balik halaman dan membaca judull-judul tulisan Bung Karno ini. Di beberapa halaman terdapat juga foto hitam putih mengenai kehidupan beliau. Salah satunya adalah foto ketika beliau masih remaja dan menjadi murid sekolah HBS atau Hogere Burgershool di Surabaya.



1337009051339009325

Mirza Gulam Ahmad bukan Nabi



Namun, saya sangat tertarik dengan sebuah tulisan yangberjudul “I don’t Believe Mirza Gulam Ahcmad is a Prophet”. Judul ini mengingatkan saya akan aliran Ahmadiyah yang akhir-akhir ini mencuri perhatian kita karena sering ditolak dan dikejar-kejar di beberapa daerah di tempat ini. Wah , saya pun ingin tahu apa pendapat beliau tentang aliran ini.


Saya mulai membaca tulisan yang tidak terlalu panjang dan hanya terdiri dari tiga halaman ini. Secara singkat Bung Karno bercerita bahwa beliau baru saja menerima surat dari Bandung yang memberitahukan bahwa sebuah surat khabar telah mebuat berita bahwa Bung Karno baru saja mendirikan cabang Ahmadiyah.


Karena itu artikel ini ditulis untuk membantah anggapan itu termasuk juga memberikan pendapat pribadi Bung Karno tentang aliran yangdianggap kontroversial di Indonesia saat ini. Berdasarkan tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa Bung Karno sempat membaca beberapa buku Ahmadiyah seperti Mohammad the Prophet dan An Introduction to the Study of the Holy Koran karangan Mohammad Ali. Selain itu juga buku The Gospel of the Deed karangan Kawaja Kamaludin. Kesimpulannya beliau memiliki pendapat yang sangat obyektif mengenai ajaran Ahmadiyah yang diciptakan di anak benua India ketika berada di bawah jajahan kolonial Inggris di abad ke 19.


Menurut Bung Karno, walaupun dia menolak pemujaan Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi dan juga ketundukan Ahmadiyah kepada penjajah Inggris, Bung Karno juga mengagumi dan berterimakasih atas informasi yang didapat dalam tulisan yang rasional, modern, berwawasan luas, dan sangat logis itu.


And as regards Ahmadiyah, even though there are some aspects of their viewpoints that I reject with conviction, they do have nevertheless have certain “features” which are acceptable to me: their rationalism, their broad-mindedness, their modernism, their attitude of caution with regard to the Hadits, their study of just the Koran first, their systematic endeavour to make Islam acceptable. Demikian salah satu paragraph yang saya kutif dari artilkel yang menarik tadi.



1337009091190996759

Endeh November 1936



Artikel ini kemudian ditutup dengan pernyataan yang tegas dari Bung Karno bahwa beliau bukan seorang pengikut aliran Ahmadiyah. Beliau juga mengatakan I am just a student of religion who is not conservative, nor a mere blind follower of the traditional interpretation. Thank You” Demikian Bung Karno mengakhiri artikel yang ditulis di tempat pembuangan di Endeh pada 25 November 1936 ini.

Muhammad Aditya