Iqra’ di Hira’

Bookmark and Share


Membayangkan pendidikan masa kini mungkin akan membuat hati miris. Bukan karena pendidikan yang bisa diperjualbelikan, namun tujuan pendidikan seakan ditinggal oleh sebagian orang. Orang berpendidikan untuk mendapatkan ijazah kemudian akan bekerja. Tentu saja pekerjaan yang sesuai kemampuan dan orientasi dari ijazah yang diperoleh. Bukan berarti tidak boleh bekerja dan berpendidikan tinggi. Pendidikan haruslah dianggap sebagai sebuah hal yang sakral dan wajib untuk semua orang. Dengan pendidikan baik buruk akan dapat dibedakan dan mendapatkan derajat yang layak dalam masyarakat.

Sebagai agama samawi, Islam bahkan sudah mewajibkan pendidikan sejak dini. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Muhammad SAW. di gua Hira’ tentu berisi makna pendidikan yang sangat dalam. Al-Qur’an Surat Al-Alaq dari ayat pertama sampai lima menganjurkan membaca. Mengajarkan Muhammad SAW. untuk membaca. Menganjurkan umat Muhammad SAW. agar membaca. Sehingga membaca menjadi kunci mendapatkan ilmu.

Wahyu pertama menjadi patokan bahwa dengan membaca segala sesuatu yang dikerjakan akan terarah. Jika ingin mengetahui berbagai persoalan tidak cukup hanya mendengar dan melihat, melainkan membaca. Anjuran ini tidak bisa dilepas dari keinginan manusia, selalu mau mengetahui berbagai aspek kehidupan. Dan selanjutnya, Muhammad SAW. mengarahkan umat untuk belajar dari beberapa hadis. Salah satu dari hadis tersebut adalah anjuran untuk menuntut ilmu dari lahir sampai akhir hayat.

Belajar dimulai semenjak usia masih sangat belia. Di usia tersebut, seorang anak akan belajar banyak hal. Pertama berjalan, mengucapkan satu kata, menangis, merasa lapar, dan butuh perhatian dari orang tua. Pembelajaran tersebut berlangsung berkesinambungan, sampai anak benar-benar bisa mandiri. Tidaklah mungkin seorang balita bisa berjalan dan berbicara tanpa melihat dan mendengar. Berjalan merupakan suatu proses berkelanjutan, dilatih dan terus dilatih. Demikian juga dengan proses berbicara, diajak bicara oleh orang tua, diajar membedakan kata per kata. Semuanya dilakukan dengan tujuan akan terbiasa sampai akhirnya menjadi bisa.

Pada saat anak semakin tumbuh menjadi remaja bahkan dewasa, proses belajar berlangsung dengan terbimbing. Ada sekolah, tempat pengajian, belajar dari lingkungan, sudah bisa membedakan baik buruk dari tingkah laku mereka. Daya pikir anak akan membawa mereka ke arah yang dikehendaki. Pribadi yang baik dan masih berlandaskan pada agama dan apa yang diajarkan, maka akan berjalan sesuai dengan aturan dan norma. Demikian sebaliknya, pribadi yang mengacuhkan aturan dan norma, cenderung akan mengikuti pengaruh lingkungan.

Di sinilah peran agama sebagai penuntun. Landasan yang kuat, yaitu Al-Qur’an dan Hadits sudah menuntun agar terbiasa dengan kelakuan baik, sopan santun, dan berilmu pengetahuan. Dengan berilmu maka derajat seseorang akan menjadi sengat berharga dalam kehidupan. Dan dengan sopan santun seseorang akan pandai bersikap pada orang yang lebih muda, sebaya dan lebih tua.

Luqman tak pernah tertinggal dalam patokan berilmu. Al-Qur’an mengabadikan dirinya dalam satu surat. Tata cara Luqmanul Hakim mengajarkan anak-anaknya, baik dalam berilmu, bersikap, bertata krama dan berakhlak turut mencitrakan kepribadian muslim sejati.

Modal kesabaran Luqman melahirkan anak-anak yang berbakti dan berilmu tinggi. Mencontoh pengajaran Luqman terhadap anak-anaknya bukanlah menjadi kita kurang percaya diri. Hanya untuk menjadi pembelajaran agar bisa membedakan pintar dan bodoh tidaklah sejajar. Belajar menghargai dan bersifat demokrasi. Menampung pendapat dari setiap individu, walaupun usianya masih kecil. Luqman memberi harapan bahwa tidak semua orang bodoh, hanya saja perlu pembelajaran untuk mencapai kepintaran.

Pintar tidaklah cukup untuk menghilangkan bodoh. Pintar tidak hanya berorientasi pada banyak tahu ilmu, menjadi profesor, mengajar di perguruan tinggi atau menjadi pejabat negara. Pintar bisa dideskripsikan secara lebih luas, orang yang pintar akan senantiasa menunduk kepala jika berjalan dan tidak menyombongkan ilmu yang ada dalam dirinya. Orang pintar tidak tamak untuk mendapatkan sesuatu. Orang pintar tidak akan keluar dari ajaran agama. Orang pintar akan menjalankan segala aspek dalam hidupnya berdasarkan landasan agama. Orang pintar selalu akan menerapkan perintah agama dalam bersikap, bertingkah laku, beradaptasi dan selalu belajar tak pernah henti.

Mengacu pada Muhamamd SAW. sebelum dan sesudah menjadi rasul tetap mempunyai pribadi yang teramat mulia. Pengalaman di gua Hira’ tidak lantas menjadikannya sombong dan angkuh. Bahkan sampai semua Al-Qur’an sudah dipercayakan padanya, mengalahkan sastra Arab yang hebat, Muhammad SAW. tetap menjadi teladan. Mengajarkan ayat demi ayat pada umat sampai kini. Mengagungkan ilmu di atas segala. Memperlihatkan rendah hati, tidak dendam dan membalas dendam. Tidak bosan mengajarkan ilmu dan memperkenalkan Islam. Tidak lengah akan kondisi Arab yang sangat jahiliyah. Menganggap musuh sebagai kerabat. Mendekatkan yang bertengkar dengan perdamaian. Melangsungkan pembelajaran agar tahu dari yang tidak diketahui.

Begitu Muhammad SAW. sangat memegang ilmu sebagai hal terpenting, sehingga langit bisa ditembus dengan pesawat, pembicaraan jarak jauh bukan lagi khayalan, Onta diganti dengan kendaraan, semua hal yang tidak mungkin menjadi ada. Muhammad SAW. mengantarkan Al-Qur’an sebagai kamus besar berbagai ilmu. Tidak hanya dipelajari oleh umat Islam, umat lain malah menjadikan patokan dalam berbuat dan menghadirkan bidang ilmu dari kasatmata menjadi nyata.

Bermula dari gua Hira’, saat Muhammad SAW. pertama sekali diajarkan membaca oleh Jibril. Dibentak dan dimarahi sampai keluar keringat dingin, seakan begitulah keras ilmu. Siapa yang berusaha dengan giat akan sampai padanya dan siapa yang main-main, ilmu seperti lari menjumpai Jibril yang pertama mengajarkan perbedaan huruf dan kata.

Melalui Jibril, Allah SWT. mengenalkan baca tulis. Pada Muhammad SAW. untuk disampaikan pada sekalian umat. Pengakuan kerasulannya bahkan hampir seluruh umat, hanya saja tidak mau menganggapnya ada karena Isa AS. sudah mendahului. Penerapan ilmu dari Muhammad SAW. berlangsung sampai tulisan ini hadir.

Islam meniada bodoh dengan Al-Qur’an. Membaca dan mempelajari Al-Qur’an seperti sudah belajar banyak bidang ilmu. Tak perlu referensi lain jika Al-Qur’an sudah dipahami dengan benar. Bahkan karya sastra mana pun tidak akan sanggup menyaingi keindahan ayat-ayat di dalamnya.

Sebagai umat Islam, peran Al-Qur’an tentu tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari bangun di fajar sudah melantunkan Al-Qur’an dalam Subuh. Istirahat di tengah hari kembali akan melafalkan beberapa ayat pada Dhuhur. Berhenti sejenak dari aktivitas sebelum memulai dengan olahraga sore, lantunan Al-Qur’an juga akan menemani di Ashar. Menutup hari di tiga rakaat Magrib. Dan sebelum tidur sempatkan diri tidak melupakan Al-Qur’an pada Isya yang akan mengantarkan nyata dan mimpi.

Al-Qur’an mengajarkan Islam untuk tidak menutup mata setelah Muhammad SAW. tiada. Kitab suci ini hanya ditinggal pergi Muhammad SAW. mencapai kedudukan mulianya di sisi Ilahi. Tak hanya itu, segenap ilmu yang sudah diajarkannya dan Al-Qur’an serta hadits yang ditinggalnya menjadi pegangan hidup. Menjauhkan manusia dari sifat tidak tahu, kebutaan akan baik buruk dan tak terlarut dalam ketidaktahuan!

bai Ruindra